Minggu, 02 Mei 2010

Pendekatan Post strukturalis Geopolitik di ASIA Pasifik

Geopolitik, Geostrategi, dan Nation-state
rennycandradewi@yahoo.com
Geopolitik adalah praktek negara mengendalikan dan bersaing untuk wilayah (Flint, 2006: 13). Bagaimana faktor-faktor geografi, teritori, populasi, lokasi strategis dan keterbatasan sumber daya alam sebagaimana dibentuk oleh pengaruh ekonomi dan teknologi, mempengaruhi hubungan antarnegara dan persaingan mereka untuk mendominasi dunia.
Penjelasan rasional tersebut dapat diperoleh melalui metode deduktif sebagai salah satunya, yakni berangkat dari teori-teori geopolitik yang sudah diperkenalkan dalam kuliah sebelumnya. Contohnya antara lain adalah teori geopolitik oleh Ratzel, Mackinder, Haushofer, Neuman, Spykman, dan Burnham. Mengapa demikian? Karena saya merasa ini menjadi salah satu metode terbaik bagi saya untuk memahami dengan lebih mudah. Saya tidak memaksakan Anda untuk menggunakan pemikiran saya karena Anda tentunya lebih bebas bereksplorasi dengan pemikiran Anda masing-masing.
Pertama, bagaimana teori-teori tersebut dapat menyediakan perspektif memadai untuk menjelaskan dinamika politik dan strategi negara bangsa (nation-state) dalam sebuah dunia yang terus berubah?
Dinamika politik utamanya tatanan sistem internasional tidak bersifat statis. Hal ini selaras dengan pernyataan oleh kaum liberal yang mengusulkan dan tatanan dunia merupakan suatu proses yang melibatkan interaksi aktor-aktor hubungan internasional satu sama lain dan setiap aktor mesti bertindak mengikuti kepentingan nasional masing-masing (Mingst, 2009:82).
Selain itu, kaum liberal juga menyatakan perubahan dalam tatanan dunia tersebut dipengaruhi oleh berbagai isu, yakni kemungkinan muncul aktor baru yang menggantikan struktur aktor lama. Untuk menyajikan relevansi pernyataan tersebut, jawabannya seringkali mudah ditemukan dalam sejarah. Oleh karena itu, lebih mudah menghadirkan analisa dinamika politik yang dialami pemerintahan berupa polis-polis di Yunani: The Rise and Fall in Ancient Greece; Empires di Eropa meliputi Inggris Raya, Spanyol, Belanda, Jerman Bersatu, Rusia pada masa kejayaan masing-masing (Abad imperialisme dan kolonialisme); dan konteks ‘empire’ sekarang yang  Amerika serikat, Uni Soviet (sekarang Rusia), Inggris, Jepang, China dan negara lain.
Seringkali konteks geopolitik berkaitan erat dengan akhir abad kesembilan belas yakni masa persaingan antara nation-states (empires, antara Inggris Raya, Spanyol, Belanda, Portugis) sedang meningkat. Oleh karena itu, seringkali teori geopolitik yang berkembang pada kurun waktu tersebut dikenal dengan geopolitik klasik yang identik dengan ekspansi wilayah maupun berorientasi perang. Dua contoh fenomenal empire yang dapat dijelaskan dengan teori geopolitik adalah Inggris raya dan Jerman-Nazi.
Inggris pada abad kesembilan belas menjajah dan menduduki (pada masa imperialisme dan kolonialisme) wilayah teritori luas dan signifikan (seperti Mesir, Yaman Selatan, Pakistan, India, semenanjung Malaka, Irlandia, Iraq, Iran, China, dan Amerika Utara (Short, 1993: 74). Inggris merupakan negara maritim terkuat. Akan tetapi Mackinder melalui teori Heartlandnya mengkritik kebijakan Inggris raya dengan mengatakan bahwa era maritim (Columbian Age) sudah usai dan digantikan oleh Eurasian age, dimana daratan menjadi hal yang paling krusial sehingga menimbulkan urgensi bahwa Inggris semestinya waspada dengan adanya dominasi yang menguasai Heartland. Mackinder menegaskan bahwa kebijakan luar negeri yan gpaling tepat untuk Inggris raya adalah untuk mencegah segala bentuk aliasni atau blok antara Jerman dan Rusia.
Jerman sebagai salah satu suksesor empire of Holy Roman Habsburgh juga melakukan tindakan politik yang berhasil dijelaskan oleh Friedrich Ratzel. Adanya pertumbuhan negara yang tidak seimbang dengan populasi, sumberdaya alam, dan geografinya; mengembangkan wilayahnya dengan aneksasi Czechoslovakia, Polandia, Perancis hingga hampir seluruh Eropa tengah. Ini sesuai dengan teori geopolitik organis milik Ratzel yang kemudian dikenal dengan Lebensraum sekaligus teori Haushofer.
Ratzel yang mengadopsi teori Organis Darwin ke dalam politik sehingga menghasilkan Lebensraum, yakni perjuangan untuk ruang lebih bagi suatu negara. Menurut Ratzel negara tidak bersifat statis, tetapi negara tumbuh secara natural. Ditambah pula Haushofer yang menyajikan saran bagi Jerman untuk segera merespon disproporsi antara tekanan populasi, keterbatasan ruang, dan perkembangan daerah urban dan suburban. Dimana Jerman mesti keluar dari keterbatasan tersebut menuju kebebasan (bebas dari keterikatan dengan Versailles yang secara geografis memangkas wilayah Jerman) dan bermigrasi membuka berbagai kemungkinan untuk membuka pemukiman baru (Tuathail dan Dalby, 1998)—aneksasi.
Selain itu, beberapa negara yang dapat diilustrasikan sebagai suatu empire antara lain adalah Amerika serikat, Uni Soviet, Jepang, dan China.
Amerika dan Uni Soviet sebagai dua kerajaan besar pada masa perang dingin menggunakan strategi geopolitik untuk menancapkan pengaruhnya ke berbagai negara di dunia. Berbeda dengan Jerman, Amerika menancapkan pengaruhnya di beberapa kawasan penting baik di Asia (Okinawa Jepang di Asia timur, Filipina di Asia tenggara, Eropa (melalui NATO) dan Timur tengah (Emirat Arab, Kuwait, dan Yaman di Timur Tengah)—ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Spykman yang menyatakan eksistensi “Rimland” sebagai usaha untuk mengurangi ancaman penguasa “Heartland” (merujuk pada Uni Soviet).
Komunisme Uni Soviet, yang saat itu seolah-seolah menerapkan efek domino, perlahan-lahan membuat negara yang berdekatan jatuh pada kekuasaan komunis (Afghanistan, Jerman timur, Polandia, Czechoslovakia, Hungaria, Romania, dan Bulgaria, China, Kamboja, Vietnam, dan Indonesia). Dua kekuatan besar ini saling berhadapan dengan strategi politik yang berbeda. Jika Amerika seolah mengawasi di satu titik strategis pada kawasan tertentu, maka Uni Soviet seolah membangun rantai kekuatan negara kuat dan utamanya berperan sebagai national leader di kawasan tersebut dan umumnya kaya akan demografi dan sumber alam yang melimpah. Dari segi geopolitik Mackinder, Uni Soviet telah menguasai hampir seluruh Heartland dan kawasan-kawasan penting yang mengelilinginya. Sehingga pantas saja jika Amerika merasa gentar dengan peta komunis Uni Soviet yang demikian massive.
Di sisi lain, Haushofer menyatakan bahwa Amerika adalah satu-satunya negara yang berhasil mengimplementasikan strategi geopolitiknya di kawasan Amerika sekaligus menyatakan Pan-Americanism sebagai grup geopolitik dimana Amerika berhasil berperan sebagai hegemoni kawasan dengan baik.
Jepang, pada masa perang dunia ke dua, menguasai Asia Pasifik sebagai strategi geopolitiknya sebagian besar didasarkan pada ambisi kekaisaran Hirohito untuk menjadikan Jepang sebagai satu-satunya pemimpin di Asia Pasifik. Jika dihubungkan dengan teori geopolitik—geopolitik melibatkan tiga dimensi yakni ruang (space), tempat (place), wilayah (teritori) dan sumber alam (distribution of resources capabilities). Keinginan Jepang untuk memperluas pengaruhnya hingga Asia Pasifik adalah termasuk pada ruang lingkup geopolitik, begitu pula dengan place yang mana Jepang menguasai tempat-tempat tertentu yang memiliki karakteristik kaya dengan sumberalam guna industrialisasi Jepang sedang berkembang sangat cepat saat itu. Perang Sino Jepang I merupakan implementasi strategi geopolitik Jepang. Jepang sebagai kekuatan baru yang muncul dari kesuksesan restorasi Meiji mengalihkan perhatiannya ke Korea. Selain untuk melindungi kepentingannya sendiri dan keamanan, Jepang memiliki keinginan untuk mencaplok Korea sebelum dirampas oleh kekuasaan lain. Jepang menyadari kehadiran kekuasaan lain di semenanjung Korea yang berpotensi merugikan keamanan Jepang. Sehingga Jepang memutuskan untuk mengakhiri kekuasaan China di Korea pada perang Sino Jepang I (1894-1895). Selain itu, Jepang menyadari Korea memiliki cadangan batubara dan biji besi yang akan menguntungkan basis industri Jepang yang semakin berkembang. Sedangkan pada perang Sino Jepang II, Jepang mendirikan negara boneka “Manchukuo” (memaksa China untuk mengakui kemerdekaan Korea melalui perjanjian Shimonoseki) untuk membendung kekuatan imperial Rusia.
China, menanamkan paham komunisnya di negara2 seperti Kamboja, Vietnam, dan Indonesia pada era perang dingin. Pada masa modern, China menggunakan pengaruh ekonomi untuk melakukan ekspansi industrinya demi mendapatkan pasar-pasar baru di berbagai kawasan. Hal itu dilakukan dengan mengirim hasil produksi barang sebagian besar di negara-negara Asia seperti Korea Selatan dan Asia Tenggara.
A World Order. Barangkali bisa dijelaskan melalui perspektif neorealisme dengan pola politik internasional yang bersifat struktural. Demi menjamin kesempatan bertahannya di sistem internasional yang anarki ini, negara harus meraih posisi yang signifikan supaya ketergantungan dengan negara lain menjadi minimal (Mingst, 2009).
Terdapat dua versi mengenai tatanan dunia berdasarkan teori geopolitik. Pertama Jhon Short membagi negara-negara dalam tiga kelompok yakni superpower, major power, dan minor power. Sedangkan ahli geopolitik lain yakni Bernard Walllerstein membagi negara dalam tiga kelompok, yakni core, semiperiphery, dan periphery. Dinamika politik tersebut terjadi karena adanya perubahan struktur tatanan dunia. Yang tadinya termasuk dalam golongan superpower bergeser kedudukannya menjadi negara besar maupun negara minor power yang naik ke atas menjadi golongan major power (Short, 1993: 71).
Sistem internasional yang bersifat struktural tersebut terdiri dari kelompok negara superpower, major power, dan minor power. Superpower adalah negara yang memiliki kemampuan global untuk mempengaruhi suatu peristiwa, contohnya adalah Amerika Serikat. Negara major power, terdiri dari kelompok negara yang kemampuannya berada di bawah superpower yang umumnya memainkan peran strategis dan berkepentingan komersial mencakup wilayah yang sangat luas, misal Inggris, Jerman, Perancis, Jepang dan China*. Sedangkan negara minor power, umumnya memiliki keterbasan peran langsung dan pengaruh dalam hubungan antarnegara (Short, 1993: 71).
Beberapa negara superpower yang menjadi major power antara lain adalah Spanyol pada 1600, Napoleon Perancis pada 1800an, Republik Belanda pada abad enambelas, dan Inggris raya pada 1860. Macedonia Philips Yunani pada abad sebelum Masehi yang menguasai hampir seluruh wilayah di kepulauan Cicilia dan Laut Mediterania.
Fluktuasi yang demikian diakibatkan oleh fenomena negara yang terus menerus berkembang. Pertama, peranan nasional negara yang terus berubah. Misal, Empire Charlemagne Perancis pada abad pertengahan yang merasa terlegitimasi menyatukan Eropa untuk memerangi penguasa di Konstatinopel, Empire Inggris raya terkait dengan peranan yakni misi peradaban, dan Amerika sebagai polisi dunia.
Sayangnya ketika pengaruh mereka semakin meluas—yang menjelaskan penyebab kedua, maka kekuasaan mereka cenderung terdispersi ke berbagai arah. Kekuasaan yang tidak lagi terpusat mengakibatkan mereka sulit memelihara pengaruhnya secara efektif. Selain itu, kedudukan mereka yang superpower juga mendapatkan tantangan dalam bentuk lain misalnya perlawanan daerah koloninya. Selain itu setiap negara juga bertubrukan strategi geopolitik yang lain, mengakibatkan keduanya terjebak dengan politik ekspansi masing-masing.
Polis Yunani
Yunani v.s. Persia
Philips the Macedonia King
Athena and Spartan War
Peloponessia Wars
Sejarah new Mexico
Isu selat Panama
Sejarah negara bagian California

Tidak ada komentar:

Posting Komentar